1.3 Miliar Ton Pangan Dunia Terbuang Percuma Setiap Tahun

foodwaste blog 300x225 Shocking food waste

Perilaku dan gaya hidup konsumsi masyarakat modern saat ini terbukti berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.  Terbukti,  setiap tahunnya, 1/3 dari pangan yang diproduksi di dunia –sekitar 1.3 miliar ton—terbuang dan menjadi sampah. United Nation Environmental Programme (UNEP) mengungkapkan, dari 1.3 miliar ton limbah makanan tersebut, negara-negara industri menyumbang limbah makanan sebesar 670 juta ton setiap tahun, yang jika dikonversikan ke dalam nilai uang setara dengan 680 miliar Dolar AS. Sedangkan negara-negara berkembang menyumbang 630 jutan ton limbah makanan setiap tahun, setara dengan 310 miliar Dolar AS (KLH, 2013).

Lebih lanjut, setiap tahun 22 persen produksi minyak sayur dan kacang-kacangan terbuang sia-sia, 266 miliar ton (30 persen) produksi sereal tidak termakan alias terbuang, 20 persen susu terbuang, 45 persen umbi dan akar tanaman terbuang, dan 45 persen buah-buahan dan sayuran terbuang sia-sia.  Fakta lain penduduk di negara-negara kaya memiliki kebiasaan membuang-buang makanan secara berlebihan dengan jumlah mencapai 222 juta ton per tahun. Jumlah tersebut adalah hampir sama dengan produksi pangan sub-Sahara Afrika dengan total 23- jutan ton.

Eksploitasi sumberdaya alam besar-besaran terjadi hampir di seluruh permukaan bumi; air; tanah, dan udara demi memenuhi kebutuhan hidup 7 miliar penduduk dunia.  Mengatasi upaya kegiatan produksi dan konsumsi yang berlebihan ini, konsep Sustainable Consumption and Production (SCP) kemudian diperkenalkan kepada segenap masyarakat, baik masyarakat konsumen maupun masyarakat industri di dunia.

Seperti dikatakan Asisten Standardisasi dan Teknologi Kementerian Lingkungan Hidup Ir Noer Adi Wardojo MSc, SCP sendiri merupakan agenda dunia bagian dari pewujudan membangunan berkelanjutan  (sustainable development) yang telah dicanangkan sejak Deklarasi Rio tahun 1992.  Komitmen penerapan SCP dilanjutkan dan dikuatkan dengan Johannesburg Plan of Implementation tahun 2002 dan Konferensi United Nations Conference on Sustainable Development (Rio+20) di Rio de Janeiro, Brasil pada bulan Juni 2012.  Dalam Konferensi Rio+20 tersebut, penerapan SCP  dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan dan green economy.

SCP pada dasarnya merupakan upaya mewujudkan kegiatan konsumsi dan produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, melibatkan multi stakeholders  melalui pendekatan sosial budaya dan komunikasi, kebijakan, teknologi, insititusi, dan finansial. Di Indonesia, untuk mendukung penerapan SCP, beberapa perangkat kebijakan dan perangkat teknis telah dikembangkan sebelumnya antara lain produksi bersih, teknologi ramah lingkungan, kajian dampak lingkungan sepanjang daur hidup barang/jasa, produk/jasa ramah lingkungan (ekolabel), pengadaan barang/jasa ramah lingkungan, “green lifestyle”, dan lain-lain.

Bertepatan pada Hari Lingkungan Hidup Dunia tanggal 5 Juni lalu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup meluncurkan Kerangka Program 10 Tahun Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan di Indonesia (10 Y SCP Indonesia). Peluncurkan yang dibuka secara resmi oleh Menteri LH Prof. Dr. Balthasar kambuaya MBA ini merupakan upaya penerapan adopsi dokumen “The Future We Want” yang merupakan kesepakatan masing-masing negara yang hadir dalam Konfrensi Rio+20 tersebut dimana United Nations Environments Programme (UNEP) ditunjuk sebagai sekretariatnya.

Dokumen 10 YFP SCP Indonesia memuat peta jalan Indonesia dalam periode waktu 2013 – 2023. Ada lima program prioritas yang akan dilaksanakan yakni. “Green Building”, “Green Procurement”, “Green Industry”, “Green Tourism” dan Pengelolaan Sampah.(Rafianti-InSWA)

Leave a Reply

Your email address will not be published.